Terobosan Hukum Baru Proses Pengadministrasian dan Pendaftaran Tanah Ulayat Bagi Masyarakat Hukum Adat: SIARAN PERS NO. 85/SP/HM.01.02/POLHUKAM/4/2024.
Jakarta - Plt. Deputi Bidang Koordinasi Kesatuan Bangsa Kemenko Polhukam, Janedjri M. Gaffar, membuka Focus Group Discussion (FGD) Identifikasi Peluang dan Tantangan Implementasi Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Nomor 14 Tahun 2024 untuk Mewujudkan Kepastian Hak Masyarakat Hukum Adat dan Kesatuan Bangsa. Kegiatan ini dilaksanakan untuk memahami berbagai inovasi, kendala, tantangan dan solusi yang dapat ditawarkan untuk mempermudah pengakuan terhadap hak masyarakat hukum adat di Indonesia.
"Kemenko Polhukam harus mengambil peran terkait dengan tindaklanjut Permen ATR/BPN Nomor 14 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Administrasi Pertanahan dan Pendaftaran Tanah Ulayat Masyarakat Hukum Adat," kata Janedjri.
Permen ATR/BPN Nomor 14 Tahun 2024 mengatur mengenai tiga bentuk hukum pengadministrasian dan pendaftaran tanah ulayat yaitu Tercatat dalam Daftar Tanah Ulayat, Terdaftar sebagai Hak Pengelolaan dan Terdaftar sebagai Hak Milik Bersama.
Hal-hal baru dari Permen ini diantaranya terkait subyek dan mekanismenya. Dalam hal ini, Pemerintah lebih aktif melakukan inventarisasi dan identifikasi, sehingga tidak lagi sepenuhnya bergantung kepada Pemda, sebab kegiatan pengadministrasian tanah ulayat sudah bisa dimulai penetapan subjek masyarakat hukum adat.
"Peraturan ini sudah sangat bagus disusun oleh Kemen ATR/BPN, namun terdapat beberapa potensi kendala yang muncul saat diimplementasikan di daerah, terutama terkait kemampuan dan kesediaan Pemda untuk mendukung pelaksanaan peraturan ini," kata Janedjri.
"Tugas kita bagaimana Permen ATR dapat diimplementasikan segera mungkin. Diperlukan sinergi Kemen ATR dengan Pemda baik Provinsi dan Kab/Kota melalui koordinasi lintas K/L/Pemda, termasuk melibatkan Kemendagri," sambungnya.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Yance Arizona menyebutkan bahwa Permen ini memberikan opsi bentuk akhir untuk pencatatan tanah ulayat agar tidak ada simplifikasi terhadap kompleksitas penguasaan tanah ulayat di masyarakat hukum adat. "Sehingga bisa jadi , tidak semua tanah ulayat harus berakhir dengan pendaftaran sebagai Hak Pengelolaan," katanya.
Guru Besar Hukum Tata Negara UII, Ni’matul Huda juga menjelaskan beberapa permasalahan penetapan tanah ulayat utamanya bagi Pemerintah Daerah. Di Provinsi tertentu misalnya, Gubernur selaku wakil pemerintah pusat yang mengatur sumberdaya pemerintahan di daerah. Meski demikian, tidak serta merta dapat menetapkan tanah ulayat, karena letaknya di Kabupaten /Kota, kecuali memang tanahnya lintas Kabupaten / Kota.
Guru Besar Fakultas Hukum Unibersitas Andalas, Kurnia Warman menceritakan mengenai pengalaman inventarisasi dan identifikasi tanah ulayat di Provinsi Sumatra Barat yang merupakan salah satu pilot project untuk penerbitan Hak Pengelolaan.
Dalam konteks Sumatra Barat, pendaftaran tanah ulayat sebagai Hak Pengelolaan bisa dilakukan. Selain itu, telah lama praktik pendaftaran tanah kaum sebagai hak milik Bersama telah dipraktikkan di Sumatra Barat.
"Meskipun sudah banyak inovasi yang dilakukan, tetap masih banyak pekerjaan rumah yang perlu dituntaskan untuk memberikan kepastian dan keadilan bagi masyarakat adat," katanya.
Sumber Polhukam RI